Awal musim hujan di bulan November 2021 lalu mengawali praktik pembelajaran identifikasi jamur liar saya, pada musim hujan kedua ini. Ketika sedang melongok ke luar jendela bangunan kantor tempat saya bekerja, mata saya tak sengaja tertambat pada pemandangan memukau pertama dari jamur ini. Sebagai latar belakang, kebetulan kantor saya saat ini berada di area yang masih rimbun dikelilingi pepohonan dekat sungai, di daerah Bantul, sekitar 3 km-an dari Kota Yogyakarta. Area kampung ini bisa dibilang masih bernuansa hujan tropis, yang didominasi pepohonan jati dengan tanah masih tertutup rapat serasah daun. Tempat ini masih menjadi ekosistem para ular liar, burung-burung kingfisher, dan terkadang tampak biawak pemalu yang muncul di pinggiran sungai, meskipun akhir-akhir ini mulai menjadi target gaungan mesin gergaji penebang pohon.
Berhubung ini pertama kali saya melihat jamur ini dan saat itu belum bisa mengidentifikasinya, saya ambil foto bagian atas tudung dan bagian bawahnya untuk saya tanyakan identifikasinya kepada para ahli perjamuran lokal di forum online. Mereka yang ahli mengenalnya sebagai Cerioporus sp. alias Dryad’s Saddle, dan jamur pelana peri pohon kalau diartikan. Lalu saya konfirmasi setelah saya telusuri lebih jauh dengan browsing sederhana.
Dari namanya sendiri mengingatkan pada mitologi yang bisa dibilang erat pada dunia perjamuran. Dalam proses pembelajaran mikologi yang saya lakukan, jamur memang memiliki asosiasi unik dengan para makhluk supranatural, seperti peri, dalam mitos budaya Eropa. Tidak jarang diabadikan dalam berbagai karya seni visual dan sastra. Asosiasinya membuat saya semakin menghargai pesona dan kehadiran para jamur di sekitar.
Terbayangkah kamu sesosok driad sedang duduk di atas jamur ini?

Karakteristik Dryad’s Saddle
Bagian capnya berbentuk seperti kipas, dengan bagian atasnya berwarna coklat muda dengan totol atau bercak-bercak coklat gelap. Bagian bawahnya berpori, berwarna putih atau krem.
Jika dipetik, menurut berbagai sumber tercium aroma segar semangka, tapi menurut penciuman saya lebih seperti aroma timun segar. Jamur ini cukup unik dan mudah dikenali di ekosistem meramban saya.

Habitat
Biasa ditemukan di batang kayu mati, dan bisa tumbuh kembali di lokasi yang sama di tahun berikutnya.
Jamur ini tumbuh di berbagai benua, dengan kebanyakan laporan yang saya temukan dari Eropa dan Amerika Utara. Di Indonesia, pemantauan saya di grup Komunitas Pemburu Jamur, genus ini pernah ditemukan di DI. Yogyakarta, Semarang, NTT, dan Lampung.
Sebagai Konsumsi:
Jamur ini aman dikonsumsi, namun untuk jamur yang sudah tua dan maksimal bertumbuh, teksturnya alot dan susah dikunyah. Disarankan pilih jamur yang masih muda dan berukuran kecil, sekitar 8 cm, atau tidak lebih lebar dari telapak tanganmu agar lebih friendly untuk dikunyah.
Saya hanya petik 1 jamur kecil untuk coba konsumsi dan tes reaksi tubuh, supaya di penemuan berikutnya bisa lebih percaya diri untuk makan jamur ini dan memastikan saya tidak menunjukkan reaksi alergi. Jamur lainnya saya tinggalkan untuk tetap tumbuh dan menjalani fungsinya dalam membantu proses pembusukkan kayu mati, dan makanan untuk hewan liar di sekitarnya.
Seperti jamur alot lainnya, saran pengolahannya dengan potong tipis-tipis atau digoreng crispy. Cukup sederhana, seperti yang saya olah di bawah ini.

Cukup alot dan berair ketika dipotong

tetap layak makan
DISCLAIMER:
Meramban dan mengkonsumsi jamur liar adalah pengalaman menyenangkan dan rewarding, namun juga dengan resiko berbahaya. Tidak terbatas pada kemungkinan kesalahan dalam identifikasi, reaksi alergi terhadap jamur liar yang edible (pada tiap orang berbeda), kombinasi konsumsi yang kontra dengan jamur liar tertentu (misalnya alkohol, kelapa, atau soda), cara pengolahan, dan resiko lainnya yang datang dari kegiatan outdoor. Sangat disarankan untuk mendapat dampingan dari ahli dan memahami prinsip kehati-hatian dalam meramban, bagi pemula. Kaidah emas peramban:
Jangan panen dan konsumsi jamur atau tanaman liar yang tidak kamu kenali identifikasinya. Setiap individu bertanggung jawab sendiri terhadap kemungkinan resiko dari konsumsi hasil rambanannya.